Minggu, 27 Mei 2012

Penyatuan Zona Waktu

Penyatuan zona waktu diyakini dapat menghemat listrik sebesar Rp1,6 trilian per tahun. Hal ini berdasarkan riset yang dilakukan Kemenristek dengan cara menghitung asumsi perilaku konsumsi listrik rumah tangga di kota-kota besar di Pulau Jawa antara lain Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.
 

Asisten Deputi Investasi IPTEK Deputi Bidang Sumber Daya IPTEK Dr Ir Agus Puji Prasetyono M Eng mengatakan, kajian Zona Satu Waktu GMT+8 NKRI sudah dilakukan oleh Kemenristek sejak 2004 sampai 2008 dengan tema penyesuaian wilayah waktu kaitannya dengan penghematan energi (Listrik).

“Saat itu dilakukan berdasarkan isu hangat yang berkembang di masyarakat soal hemat energi, khususnya energi listrik yang kemudian menjadi Instruksi Presiden,” kata Agus dalam rilis yang dikirim ke politikindonesia.com, Minggu (27/05).

Agus mengatakan, penyatuan zona waktu memiliki pengaruh positif pada pemerintahan, industri penerbangan, industri media, dan daya saing nasional juga terhadap industri telekomunikasi.

“Dari hasil  riset dengan asumsi perilaku konsumsi listrik rumah tangga di kota-kota besar di Pulau Jawa antara lain Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya. Didapatkan perhitungan penghematan listrik yaitu sebesar Rp 1,6 Triliun per tahunnya,” kata Agus.

Sementara, Tim kajian Kementerian Riset dan Teknologi Mohammad Nur Hidayat mengatakan, pertimbangan penyatuan zona waktu didasarkan pada pertimbangan kondisi geografis, politik, sosial budaya, ekonomi, hankam dan  agama. Selain itu juga keuntungan penyatuan zona waktu akan berdampak pada penghematan energi

Hal senada juga dikatakan Kepala Divisi Luar Negeri KP3EI Eddy Satriya. Eddy mengatakan, ide penyatuan zona waktu juga didasari pada kenyataan bahwa perekonomian masih berpusat di Indonesia bagian Barat.

Menurut Eddy, salah satu upaya dalam pemerataan ekonomi adalah dengan menyatukan zona waktu Indonesia. Sebagai contoh negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi salah satu strateginya adalah penyatuan zona waktu.

Sebagai contoh, Eddy menyebut China yang seharusnya menjadi 4 zona waktu menjadi satu zona waktu yaitu GMT+8. Begitupun Korea Selatan menyatukan zona waktu menjadi GMT+9,  Singapura dan Malaysia juga telah menyatukan zona waktunya menjadi GMT+8.

“Kebijakan yang lebih radikal adalah negara kepulauan di wilayah pasifik yaitu Negara Samoa dan Tuvalu yang menghilangkan 24 jam atau 1 hari yaitu menghilangkan hari Jumat untuk mendekatkan waktu mereka ke waktu Australia dan New Zealand,” ungkap Eddy Satriya.

Agar penyatuan zona waktu tersebut berjalan dengan baik, Agus Puji Prasetyono menegaskan pentingnya sosialisasi di 33 Provinsi kepada pemerintah, dan masyarakat sebelum dilaksanakannya proses launching.

Agus mengungkapkan, penyatuan zona waktu Indonesia diusulkan dengan nama Waktu Kesatuan Indonesia GMT+8  atau  Satu Zona Waktu GMT+8 NKRI atau sebutan lainnya, rencananya akan diterapkan secara nasional melalui Peraturan Presiden pada tanggal 28 Oktober 2012.  

“Jadi sebelum tanggal 28 Oktober 2012 semua pihak yang terkait sudah harus menyosialisasikannya ke masyarakat luas,” pungkas Agus.


0 komentar:

Posting Komentar

 
- ,